ACARA
IV
SISTEM DIGESTI
Tinjauan
Pustaka
Hewan memakan suatu makanan mempunyai
tujuan yaitu (1) untuk mendapatkan energi, memelihara kehidupannya,
mempertahankan proses hidup, kontraksi alat dan berbagai proses lain. (2)
sebagai material kasar untuk membangun dan mempertahankan sel serta metabolisme
alat-alat tubuh. (3) untuk tumbuh dan bereproduksi. Semua zat yang berasal dari
tumbuhan maupun hewan yang dimakan oleh seekor hewan tidak langsung dapat
dimanfaatkan. Bahan makanan tersebut harus mengalami pemecahan menjadi
partikel-partikel yang lebih kecil agar dapat diserap dan dimanfaatkan oleh
tubuh (Tillman, 1998).
Sistem digesti pada ternak secara umum
dibedakan menjadi dua, yaitu monogastrik dan poligastrik. Saluran pencernaan
hewan monogastrik meliputi mulut, oesophagus, stomach (lambung), small
intestinum, coecum, large intestinum, rectum, anus. Hewan
poligastrik memiliki lambung dengan 4 bagian yaitu rumen, retikulum, omasum dan
abomasum (Swenson, 1997). Menurut Tilman (1998) hewan dapat dibedakan menjadi
karnivora, herbivora dan omnivora berdasarkan jenis pakannya. Herbivora
merupakan hewan pemakan tumbuhan, karnivora pemakan daging dan omnivora adalah
pemakan segala.
Sistem pencernaan (tractus digestifus)
terdiri atas suatu saluran muskulo membranosa yang terentang dari mulut sampai
ke anus. Fungsinya adalah memasukkan makanan, menggiling, mencerna, dan
menyerap makan, serta mengeluarkan buangannya yang berwujud padat. Sistem
pencernaan mengubah zat-zat hara yang terdapat dalam makan menjadi senyawa yang
lebih sederhana hingga dapat diserap dan digunakan sebagai energi, membangun
senyawa-senyawa lain untuk kepentingan metabolisme (Frandson, 1992).
Langkah-langkah dalam sistem meliputi
mekanis, biologis, dan enzimatis. Secara mekanis dilakukan dengan prehension,
reinsalivasi, dan remastikasi serta redeglutisi. Didalam
rumen terdapat mikroflora rumen yang berfungsi untuk mencerna selulose dan
hemiselulose menjadi VFH + CO2 + CH4 + energi panas.
Fungsi lain dari organisme rumen adalah sebagai sumber energi, sumber asam
amino, dan sintesis vitamin B. Terdapat pula kelenjar tambahan yang meliputi
glandula saliva, pankreas dan hati (Tillman, 1998).
Sistem pencernaan pada ternak
ruminansia dan non ruminansia sangatlah berbeda. Ternak ruminansia mempunyai
lambung sejati yang disebut abomasum dan mempunyai lambung yang membesar yang
mempunyai tiga ruangan, yaitu rumen, retikulum, omasum (Tillman, 1998). Menurut
Swenson (1997) rumen dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu dorsal dan ventral.
Bagian dorsal mempunyai lubang kedepan yang berhubungan dengan oesophagus dan
retikulum. Bagian dorsal dan ventral dipisahkan oleh sekat cranial dan caudal
yang merupakan ketinggian musculus yang kuat dari dinding rumen. Bagian ventral
pada rumen mempunyai tonjolan-tonjolan yang disebut papila rumen. Retikulum
terletak di belakang diafragma dan dihubungkan dengan omasum oleh lubang yang
disebut orifium reticulo omasal. Dinding dalam omasum mempunyai bentuk
lembaran-lembaran dengan panjang yang tidak sama. Abomasum merupakan perut
kelenjar yang mempunyai bagian fundis (dinding berlipat-lipat) dan bagian antrum
pyloric yang berotot.
Perut pada hewan non
ruminansia terletak persis di belakangan sisi kiri diafragma (Frandson, 1992).
Unggas (non ruminansia) tidak memiliki gigi untuk mengunyah, tetapi memiliki
lidah kaku yang dapat digunakan untuk menelan makanannya. Perut unggas
mempunyai keistimewaan yaitu terdapat pencernaan mekanik yang dibantu oleh
batu-batu kecil di gizzard (Swenson, 1997).
Pola pencernaan pada
unggas umumnya mengikuti sistem pencernaan pada non ruminansia. Akan tetapi
unggas memiliki usus besar yang sedikit dibandingkan hewan non ruminansia. Di
usus besar terjadi aktivitas jasad renik tetapi sangat rendah dibandingkan
dengan ternak non ruminansia lain (Tillman, 1998).
Organ pencernaan pada
unggas mempunyai sistem yang khas dengan adanya crop atau tembolok yang
merupakan pembesaran oesophagus. Crop berfungsi untuk menyimpan makanan
sementara sebelum masuk ke proventriculus. Sistem pencernaan unggas juga
memiliki bakteri aktif yang dapat menghasilkan asam organik yang berupa asam
asetat dan asam laktat. Saluran pencernaan unggas terdiri dari mulut, oesophagus,
crop, proventrikulus, gizzard, usus halus, coecum, usus besar, rectum,
dan cloaca. Organ tambahan dalam pencernaan pada unggas adalah limpa,
hati dan pankreas (Frandson, 1992).
Kelinci memiliki sistem pencernaan
yang amat rumit, dan mereka tidak dapat mencerna semua makanan dengan cara yang sama
baiknya. Kelinci
dewasa menyerap protein (sampai 90%) di usus halus mereka, namun tergantung
pada sumbernya. Protein dari alfalfa,
sebagai contohnya, tidak dapat dicerna oleh kelinci. Kelinci sangat sulit dalam hal mencerna selulosa (Fraga, 1990) hal. Daya cerna yang lemah terhadap serat
dan kecepatan pencernaan kelinci untuk
menyingkirkan semua partikel yang sulit dicerna menyebabkan kelinci
membutuhkan jumlah makanan yang besar (Sakaguchi 1992).
Kuda
merupakan ternak non
ruminansia. Kuda memiliki kemampuan untuk memanfaatkan hijauan dalam jumlah
yang cukup dengan proses fermentatif di bagian coecum. Saluran pencernaan kuda memiliki
ciri khusus yaitu ukuran kapasitas saluran pencernaan bagian belakang lebih
besar di bandingkan bagian belakang. Alat pencernaan adalah organ-organ yang
langsung berhubungan dengan penerimaan, pencernaan bahan pakan dan pengeluaran
sisa pencernaan atau metabolisme (Blakely, 1991).
Materi dan Metode
Materi
Alat. Alat yang
digunakan dalam praktikum sistem digesti adalah mistar dan meteran sebagai alat
ukur.
Bahan. Bahan yang
digunakan dalam praktikum sistem digesti adalah organ-organ dalam sistem
pencernaan kambing, domba, dan ayam yang lengkap.
Metode
Sistem pencernaan pada domba/ kambing
dan ayam diamati. Setiap organ pencernaan mulai dari mulut sampai anus atau cloaca
diukur dengan mistar atau meteran. Bagian yang diukur adalah panjang dan lebar
setiap organ. Hasil pengukuran ditulis pada lembar kerja yang telah disediakan.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Dari percobaan
yang telah dilakukan dan berdasarkan pengamatan diperoleh hasil sebagai
berikut:
Sistem digesti ruminansia (Kambing)
Tabel 4.1. Bagian-bagian dan ukuran organ digesti pada
ruminansia.
Organ Pencernaan
|
Ukuran
|
|
Panjang (cm)
|
Lebar (cm)
|
|
Oesophagus
Lambung :
Small
Intestinum
Coecum
Large
Intestinum
Rectum
Anus
|
31
30
10
9
22
1080
17
312
15
10
|
1,5
21
10
6
6
1
2,5
1,5
2
1,5
|
Sistem digesti unggas (Ayam)
Tabel 4.2. Bagian-bagian dan ukuran organ digesti pada
unggas.
Organ Pencernaan
|
Ukuran
|
|
Panjang (cm)
|
Lebar (cm)
|
|
Oesophagus
Crop
Proventrikulus
Gizzard
Small
Intestinum
Coecum
Large
Intestinum
Rectum
Cloaca
|
17
4
3,3
5,3
106,2
13,6
11,6
2,6
5
4
|
1,1
5
2,6
5
1
0,7
1
0,9
1,5
1,3
|
Pembahasan
Sistem digesti ruminansia
Berdasarkan
hasil pengamatan diatas dapat diketahui, bahwa saluran pencernaan pada kambing adalah oesophagus dengan ukuran 31 cm, rumen 30 cm, reticulum 10 cm, omasum 9 cm, abomasum 22 cm, usus halus 1080 cm, coecum 17
cm, usus besar 312 cm, rectum
15 cm, dan anus 10 cm. Menurut Pound
(1995), panjang small intestinum pada rumunansia kambing atau domba
ialah 21 cm, panjang, panjang coecum 2 cm, panjang colon dan rectum
10 cm dan dengan panjang perut keseluruhan 67 cm. Berdasarkan perbandingan
antara hasil pengukuran dan literatur diperoleh hasil yang kurang sesuai.
Ukuran dari setiap bagian dari saluran pencernaan berbeda-beda itu disebabkan karena beberapa faktor
diantaranya ialah organ-organ
tersebut sudah diawetkan sehingga mengalami pengerutan, umur ternak yang masih
muda, penyambungan organ-organ
pencernaan tersebut sudah ada yang putus.
Organ pertama dalam sistem
pencernaan adalah mulut. Pencernaan yang terjadi didalam mulut adalah
pencernaan secara mekanik yaitu dengan mengunyah makanan menjadi partikel yang
lebih kecil dan mencampurnya dengan saliva agar mudah ditelan. Saliva
dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva dalam mulut, yaitu (1) kelenjar
submaxillaris, (2) kelenjar parotis, dan (3) sublingualis (Kamal, 1994).
Frandson (1992) menyatakan bahwa mulut
yang digunakan untuk menggiling makanan dan mencampurnya dengan saliva, tetapi
juga dapat berperan dalam mekanisme prehensil dan juga sebagai defensif maupun
ofensif. Peran rongga mulut serta struktur-struktur yang terkait meliputi
prehensil, mastikasi, insalivasi dan pembentukan bolus.
Proses memakan diawali dengan prehensi
atau gerakan mengantarkan makanan masuk kedalam mulut. Organ yang digunakan
untuk prehensi pada setiap hewan berbeda-beda. Mastikasi (pengunyahan) akan
mengikuti proses prehensi. Setiap hewan mempunyai jenis gigi, susunan dan
kebiasaan mengunyah yang berbeda-beda. Pengunyahan dapat dilakukan/ dikontrol
sesuai volunter, tetapi akan menjadi gerakan refleks jika ada makanan didalam
mulut. Adanya makanan juga dapat merangsang keluarnya saliva. Saliva pada
ruminansia berfungsi untuk mempertahankan konsistensi cairan dari isi rumen,
membantu menetralkan asam-asam yang dibentuk oleh mikroorganisme dan dapat pula
mencegah timbulnya buih (Frandson, 1992).
Makanan dari mulut akan masuk ke faring
yang akan didorong ke dalam oesophagus melalui kontraksi otot-otot
faringeal. Faring merupakan saluran umum sebagai saluran lewatnya udara maupun
makanan, sedangkan oesophagus merupakan kelanjutan langsung dari faring yang
berupa suatu saluran muskular yang merentang dari faring menuju ke kardia dan
perut, persis pada posisi caudal dan diafragma. Dinding muskular oesophagus
terdiri dari 2 lapis yang melintas miring, kemudian spiral, dan membentuk suatu
lapis sirkuler dalam. Otot oesophagus pada ruminansia berupa otot serat
lintang (Frandson, 1992).
Perut sejati pada ruminansia diawali
oleh perut depan yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum. Rumen berupa
suatu kantong muskular yang besar. Rumen terlentang dari diafragma menuju
pelvis dan hampir menempati sisi kiri ruang abdominal. Rumen dibagi menjadi
kantong-kantong oleh pilar-pilar muskuler (Frandson, 1992). Rumen berisi air
sebanyak 85-93% dan sering terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah yang
cair dengan partikel-partikel pakan yang larut dan bagian atas yang masih
mengandung partikel kasar (Kamal, 1994).
Retikulum merupakan kompartemen perut
yang paling kranial. Bagian dalam retikulum diselaputi membrana mukosa yang
mengandung ‘intersekting ridge’ yang membagi permukaan retikulum seperti
sarang lebah (Frandson, 1992). Rumen dan retikulum sering disebut fermentation
vat karena didalamnya terdapat mikroorganisme yang dapat memecah selulosa
dan hemiselulosa dalam keadaan anaerob menjadi VFH + CH4 + energi
panas (Swenson, 1997).
Ruminansia melakukan proses ruminasi
yang merupakan proses yang memungkinkan seekor hewan merumput, makan tepat, dan
kemudian mengunyahnya. Proses ruminasi menyangkut regurgitasi, remastikasi,
reinsalivasi dan redeglutisi. Regurgitasi merupakan proses
kembalinya makanan kedalam mulut. Remastikasi atau penguyahan kembali
berjalan lebih santai dibandingkan dengan penguyahan inisial. Reinsalivasi merupakan
proses pencampuran kembali makanan dengan saliva. Bolus yang telah mengalami regurgitasi
dan remastikasi akan ditelan kembali (redeglutisi) yang akan
masuk kedalam rumen (Frandson, 1992). Proses regurgitasi diawali dari
retikulum (Wiwi, 2006).
Omasum merupakan bagian saluran
pencernaan yang berisi lamina-lamina yang dikelilingi oleh membran mukosa
(Swenson, 1997). Omasum selalu hampir penuh dengan bahan hijauan yang agak
kering. Abomasum merupakan perut sejati yang aktivitasnya tergantung sampai
batas tertentu pada isi duodenum (Frandson, 1992).
Usus halus dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu duodenum, jejunum, dan illeum. Duodenum merupakan bagian pertama usus
halus. Duktus yang berasal dari pankreas dan hati masuk kebagian pertama dari
duodenum. Jejunum dapat dipisahkan dengan duodenum. Akan tetapi antara jejunum
dan illeum tidak mempunyai batas yang jelas. Persambungan illeum dengan usus
besar adalah pada osteon illale (Frandson, 1992).
Usus besar terdiri atas cecum yang
merupakan kantung buntu dan kolon yang terdiri atas bagian-bagian yang naik,
mendatar, dan turun. Usus besar pada ruminansia terdiri atas coecum,
kolon,dan rectum (Frandson, 1992). Rectum merupakan bagian dari
usus besar yang mengembang dan menampung feses. Anus merupakan tempat keluarnya
feses (Kamal, 1994).
Setiap organ mempunyai ukuran yang
berbeda-beda. Berikut ini adalah tabel perbandingan sistem digesti pada ternak
yang dinyatakan Pound (1995).
Tabel 4.3 Perbandingan
kapasitas sistem digesti pada ternak
Hewan
|
Perut
|
Usus
kecil
|
Coecum
|
Kolon dan Rectum
|
Intestinal: Panjang Tubuh
|
||
Sapi
Kambing/Domba
Kuda
|
90
67
9
|
18
21
30
|
3
2
16
|
8
10
45
|
20:1
27:1
12:1
|
|
(Pound, 1995)
Sistem digesti unggas
Berdasarkan hasil pengukuran pada organ
pencernaan unggas diperoleh hasil sebagai berikut, oesophagus pada
unggas memiliki panjang 17 cm dan lebar 1,1 cm, crop memiliki panjang 4
cm dan lebar 5 cm. Panjang dan lebar proventrikulus pada unggas
masing-masing adalah 3,3 cm dan 2,6 cm, Gizzard pada unggas memiliki
panjang 5,3 cm dan lebar 5 cm. small Intestinum pada unggas memiliki
panjang dan lebar masing-masing 106,2 cm dan 1 cm. Unggas memiliki dua coecum,
yaitu bagian kiri dan bagian kanan. Coecum kiri memiliki panjang
13,6 cm dan lebar 0,7 cm sedangkan coecum kanan memiliki panjang 11,6 cm dan
lebar 1 cm. Large Intestinum pada unggas memiliki panjang 2,6 cm dan
lebar 0,9 cm, panjang Rectum pada unggas ialah 5 cm dan lebar 1,5 cm. Cloaca
unggas memiliki panjang dan lebar masing-masing 4 cm dan 1,3 cm. Menurut
Swenson (1993), panjang seluruh organ pencernaan pada ayam ialah 85 cm dengan
panjang crop 7,5 cm, proventrikulus 11,5 cm, small intestinum 61
cm, coecum 5 cm serta rectum dan cloaca 4 cm.
Berdasarkan perbandingan antara hasil
pengukuran dan literatur diperoleh hasil yang kurang sesuai. Ukuran dari setiap
bagian dari saluran pencernaan berbeda-beda itu disebabkan karena beberapa faktor diantaranya ialah organ-organ tersebut sudah diawetkan
sehingga mengalami pengerutan, umur ternak yang masih muda, penyambungan organ-organ
pencernaan tersebut sudah ada yang putus.
Sistem digesti pada unggas
diawali dengan mulut. Mulut unggas tidak mempunyai bibir, pipi, dan gigi.
Makanan yang telah berada dalam mulut langsung ditelan masuk menuju tembolok.
Tembolok merupakan pembesaran oesophagus. Makanan didalam crop
disimpan sementara dan terjadinya pelunakan oleh bakteri (Kamal, 1994).
Proventrikulus merupakan lambung ayam
yang didalamnya terdapat proses bercampurnya pakan dengan getah lambung. Pakan
yang telah melewati proventrikulus kemudian masuk ke dalam gizzard. Gizzard
menghancurkan pakan dengan kontraksi otot gizzard dan dengan bantuan
grit (Kamal, 1994). Usus halus mempunyai gerakan peristaltik yang mendorong
makanan menuju coecum dan rectum (Tillman, 1992).
Coecum merupakan usus
buntu. Unggas memiliki dua buah coecum (Kamal, 1994). Usus besar unggas
sangat pendek jika dibanding dengan yang lain. Terdapat aktivitas jasad renik
dalam usus besar tetapi sangat rendah dibandingkan dengan hewan non ruminansia
lain (Tillman, 1992). Ekskreta unggas dikeluarkan melalui cloaca.
Pengukuran yang diperoleh dalam
mengukur organ pencernaan unggas tidak terlalu menyimpang. Berikut ini adalah
tabel panjang pencernaan ayam menurut Swenson (1997).
Tabel 4.4 Panjang Saluran
Pencernaan Pada Ayam
Organ Pencernaan
|
Pada umur 20 hari (cm)
|
Pada umur 1,5 th (cm)
|
Panjang seluruh saluran pencernaan
Crop
Proventrikulus
Duodenum (seluruh usus kecil)
Ileum dan Jejunum
Coecum
Rectum dan cloaca
|
85
7,5
11,5
12
49
5
4
|
210
20
35
20
120
17,5
11,25
|
(Swenson, 1993)
Kesimpulan
Kambing atau domba yang merupaka hewan
poligastrik dan tergolong ruminansia melakukan ruminasi pada sitem
pencernaannya. Sistem pencernaan pada poligastrik terdiri dari mulut, oesophagus,
rumen, retikulum, omasum, abomasum, small intestinum, coecum, large
intestinum, rectum, anus. Rumen, retikulum, dan omasum disebut sebagai
perut depan, sedangkan abomasum disebut sebagai perut sejati.
Ayam (Unggas) merupakan monogastrik
yang hanya memiliki satu bagian lambung. Urutan sistem digesti ayam (unggas)
yang tergolong hewan monogastrik adalah mulut, oesophagsu, crop,
proventrikulus, gizzard, small intestinum, coecum, large intestinum, rectum,
dan cloaca. Cloaca merupakan lubang pada unggas dalam sistem
pembuangan ekskreta, urin, sekaligus sistem reproduksi.
Daftar Pustaka
Blakely,
James and David H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan edisi IV.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Fraga, M. 1990. Effect of type of
fibre on the rate of passage and on the contribution of soft feces to
nutrient intake of finishing rabbits. Journal of Animal Science 69:1566-74.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan
Fisiologi Ternak. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Isnaeni, wiwi. 2006. Fisiologi Hewan.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Kamal, Muhammad. 1994. Nutrisi
Ternak 1. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Pound, W.G. 1995. Basic Animal
Nutrition and Feeding. viii + 615 pp.
Chichester: John Wiley & Sons (1995). £19.50 (paperback). ISBN 0 471 30864
1.
Sakaguchi,
E. 1992. Fibre digestion and digesta retention from different physical forms of
the feed in the rabbit. Comparative Biochemistry and Physiology 102A, no. 3:
559-63.
Swenson, M.J. 1997. Dukes Physiology
of Domestic Animal. USA. Cornell University Press.
Tillman, A.D. Hartadi, Hari Reksohadiprojo, Soedomo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Numpang komentar ya gan,
ReplyDeleteSaya ingin memberitahukan informasi mengenai tentang Ayam-ayaman.
Bagi para Botoh pemula yang ingin belajar cara ternak ayam, merawat ayam, menjadi ayam lebih kuat.
Anda Bisa Mengunjungi Artikel Sabung Ayam Dipersembahkan Oleh tajenonline.net
Menjelaskan Cara Mengatasi Dubur Ayam Keluar
https://tajenonline.net/menjelaskan-cara-mengatasi-dubur-ayam-keluar/
Anda Juga Bisa Melakukan Chatting Langsung Di Whatsapp Kami +62-8122-222-995
Terima Kasih Sudah Membaca Komentar Saya