THERMOREGULASI
Tinjauan
Pustaka
Thermoregulasi
merupakan proses homestatis untuk menjaga agar suhu tubuh suatu hewan agar tetap
dalam keadaan stabil dengan cara mengatur dan mengontrol keseimbangan antar
banyak energi (panas) yang diproduksi dengan energi yang dilepaskan. Menurut
pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan yaitu poikiloterm
dan homoiterm. Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan,
sehingga suhu tubuhnya dapat berubah – ubah. Hewan homoiterm memiliki
suhu tubuh yang stabil dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Dukes, 1995).
Pengaturan
suhu tubuh dilakukan oleh system pengaturan suhu tubuh yang pada dasarnya
tersusun atas 3 komponen yaitu thermoregulasi dan syaraf aferen, hypothalamus,
syaraf aferen dan efektor thermoregulasi. Sistem mempunyai fungsi utama untuk
menjaga supaya suhu selalu berada dalam zona thermoneutral dan hypothalamus
sebagai pusat kontrolnya. Ketika hypothalamus terganggu maka mekanisme
pengaturan suhu tubuh juga akan terganggu dan mempengaruhi thermostat tubuh
manusia (Frandson, 1992).
Keseimbangan
suhu tubuh dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang mempengaruhi produksi
panas dan faktor yang mempengaruhi pengeluaran panas. Panas tersebut berasal
dari aktivitas metabolik dengan jalan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein.
Aktivitas otot juga merupakan salah satu usaha didalam penambahan produksi
panas, dimana lebih dari 80% panas tubuh diproduksi daidalam otot skelet selama
terjadi aktivitas otot, tetapi gambaran tersebut jauh lebih rendah apabila
sedang istirahat (Sturkie, 1992).
Pada
hewan homoiterm suhunya lebih stabil dan dapat menjaga suhu tubuhnya,
pada suhu – suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan
lingkungan sekitarnya. Hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya
sehingga dapat mengatur suhu. Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas
pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuh.
Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi
oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang siang dan
malam serta faktor makanan yang dikonsumsi. Contoh hewan berdarah panas adalah
bangsa burung atau aves serta mamalia (Swenson, 1997).
Hewan
poikiloterm atau ektotermik adalah hewan berdarah dingin yang dapat
menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungan. Hewan poikiloterm menaikkan
suhu tubuhnya dengan cara menyerap panas dari sekelilingnya dan jumlah panas
yang dihasilkan dari metabolisme. Contoh hewan poikiloterm adalah
pisces, amphibi dan reptilian (Campbell, 2004).
Suhu
tubuh bergantung pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi
atau diabsorbsi dengan pans yang hilang. Panas yang hilang dapat berlangsung
secara radiasi, konveksi, konduksi, dan evaporasi. Radiasi adalah transfer
energi secara elektromagnetik ,tidak memerlukan medium untuk merambat dengan
kecepatan cahaya. Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua
materi padat yang berhubungan langsung tanpa ada transfer panas molekul. Panas
yang menjalar dari suhu tinggi kebagian yang memiliki suhu yang lebih rendah.
Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya
konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu. Evaporasi merupakan
konveksi dari zar cair menjadi uap air ,besarnya laju konveksi kehilangan panas
karena evaporasi (Martini, 1998).
Materi
dan Metode
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum
thermoregulasi adalah thermometer, penjepit katak, arloji (stopwatch), kendi,
beaker glass dan kapas.
Bahan.
Bahan yang digunakan pada praktikum
thermoregulasi adalah katak, air es, air panas, dan probandus (manusia).
Metode
Pengukuran
Suhu Tubuh
Pengukuran
pada mulut.
Pertama-tama skala thermometer diturunkan sampai 0 oC, lalu ujung thermometer
dibersihkan. Kemudian dimasukkan kedalam mulut diletakkan dibawah lidah dan mulut
ditutup rapat. Setelah sepuluh menit skala dibaca dan dicatat. Dengan cara yang
sama dilakukan pada mulut terbuka. Kemudian probandus berkumur dengan air es
selama satu menit dan dengan cara yang sama dilakukan pengukuran seperti
diatas.
Pengukuran
pada axillaries.
Pertama-tama skala thermometer diturunkan sampai 0 oC, Ujung thermometer disisipkan pada
fase axillaris dengan pangkal lengan dihimpitkan, setelah sepuluh menit
skala dibaca dan dicatat.
Proses
Pelepasan Panas
Pelepasan
panas pada katak. Pertama
katak direntangkan pada papan dan diikat. Suhu tubuh katak diukur melalui oesofagus
selama lima menit. Kemudian katak dimasukkan kedalam air es selama lima menit
dan diukur suhu tubuhnya melalui oesofagus. Selanjutnya katak dimasukkan
kedalam air panas 40 oC selama lima menit dan diukur suhu
tubuhnya.
Pelepasan
panas pada kendi.
Disiapkan dua kendi yang satu dicat dan yang satu tidak. Masing-masing kendi
diisi dengan air panas 70 oC dengan jumlah yang sama lalu
diukur suhunya dengan thermometer tiap lima menit dicatat suhunya. Proses ini
dilakukan sebanyak enam kali.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Dari
percobaan yang telah dilakukan didapat hasil yang disajikan dalam tabel,
sebagai berikut:
Probandus
Tabel 2.1.
Nama Probandus
Nama
|
Umur
|
Jenis
Kelamin
|
Sugeng prayogi
|
18
|
Laki-laki
|
Faras yulia
|
18
|
perempuan
|
A. Pengukuran
suhu (oC) pada mulut dan axillaris
Tabel
2.2.
Hasil Pengukuran Temperatur (oC) pada Mulut dan Axillaris
Perlakuan
|
Probandus I
|
Probandus II
|
Mulut
tertutup
Mulut terbuka
Berkumur air es
Mulut terbuka
Mulut tertutup
Axillaris
|
37,3 oC
37,2 oC
36,5 oC
37 oC
37 oC
|
37,5 oC
37,4 oC
37,3 oC
37,1 oC
37,5 oC
|
B. Pengukuran
suhu (oC) tubuh katak
Tabel
2.3. Hasil Pengukuran Temperatur (oC)
Tubuh Katak
Perlakuan
|
Suhu (oC)
|
Suhu Katak (oC)
|
Keadaan biasa
Dalam air es
Dalam air panas
|
29 oC
12 oC
40 oC
|
28 oC
23
oC
32
oC
|
C. Proses
pelepasan panas menggunakan kendi
Tabel 2.4. Hasil Pengukuran Temperatur (oC)
Tubuh Katak
Kendi
|
Suhu (oC)
|
||||||
Awal
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
|
Bercat
Tidak bercat
|
70 oC
70 oC
|
60 oC
59 oC
|
57 oC
55 oC
|
54 oC
53 oC
|
50 oC
48 oC
|
48 oC
47 oC
|
47 oC
45 oC
|
Pembahasan
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan pada kedua probandus memiliki hasil yang
berbeda. Probandus I suhu didalam mulut yang tertutup adalah 37,3 oC dan mulut terbuka adalah 37,2 oC, sedangkan untuk pronamdus II suhu
didalam mulut tertutup 37,5 oC dan mulut terbuka 37,4 oC . Mulut tertutup suhu yang
tercatat lebih tinggi dibanding suhu tubuh saat mulut terbuka. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya sirkulasi udara pada mulut tertutup sehingga
suhu yang terukur secara keeluruhan. Saat mulut terbuka, udara didalam tubuh
suhunya menjadi tinggi karena metabolisme dalam tubuh akan bercampur dengan
udara yang bersuhu rendah sehingga akan tercapai keseimbangan diluar maupun
didalam (Dukes,1995).
Percobaan
berikutnya probandus I dan II berkumur dengan air es dan dilakukan pengukuran
suhu tubuh dengan mulut tertutup dan terbuka. Probandus I sihu untuk mulut
tertutup dan terbuka adalah 36,5 0C dan 37 oC, sedangkan probandus II adalah
37,3 oC dan 37 oC. Perbedaan suhu yang terjadi dalam
percobaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor umur, kelamin,
lingkungan, panjang waktu siang dan malam, makanan yang dikonsumsi serta
aktivitas (Swenson, 1997)
Percobaan
axillaris juga didapatkan hasil yang berbeda pada kedua probandus. Probandus I
memiliki suhu axillaris 37 oC dan probandus II adalah 37,5 oC. Perubahan suhu yang terjadi pada
kedua probandus menujukkan bahwa manusia tergolong homoiterm atau
berdarah panas yang mampu mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan. Homoiterm
mampu mempertahankan suhu tubuhnya agar tidak dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar (Swenson, 1997).
Percobaan
yang dilakukan pada katak menujukkan hasil bahwa suhu tubuh pada katak akan
berubah dan menyesuaikan suhu pada lingkungannya. Ketika katak berada dalam
suhu 29 oC maka suhu tubuhnya menjadi 28 oC dan suhu
katak pada air es 13 oC kemudian dalam air panas adalah 32 oC.
Katak merupakan hewan amphibi yang tergolong dalam hewan poikilotherm atau hewan berdarah dingin. Hewan
poikiloterm ini dapat menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungan yang
berubah-ubah. Hewan poikilotherm menyesuaikan diri pada lingkungan
dingin dengan menurunkan suhu tubuhnya. Demikian pula pada keadaan panas hewan pokilotherm akan meningkatkan suhu tubuhnya
dengan melakukan aktivitas (Dukes, 1995)
Percobaan
proses pelepasan panas digunakan dua macam kendi yaitu bercat dan tidak
bercat.percobaan menggunakan kendi bercat dan tidak bercat terdapat hasil yang
berbeda. Kendi yang bercat mampu mempertahankan panasnya lebih lama. Hal ini
dikarenakan pada kendi yang bercat pori-pori tertutup oleh lapisan cat.
Sedangkan pada kendi yang tidak bercat ,proses pelepasan panas terjadi dengan
cepat. Kendi yang tidak bercat ,pada lapisan dindingnya tidak tertutup oleh
lapisan cat sehungga proses pel
epasam
panas terjadi tanpa adanya hambatan. Cat pada percobaan ini berfungsi sebagai
isolator untuk mengahambat proses pelepasan panas. Proses pelepasan yang
terjadi pada pecobaan tersebut terjadi secara konveksi dan evaporasi. Konveksi
adalah suatu perambatan panas melalui cairan atau gas. Evaporasi atau penguapan
merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap (Martini, 1998).
Kesimpulan
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa makhluk hidup dapat
dibedakan menjadi poikilotherm dan homoitherm berdasarkan antara
hubungan suhu tubuh dengan lingkungannya. Suhu tubuh pada makhluk hidup
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor umur, faktor kelamin, faktor
lingkungan, faktor panjang siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi
serta aktivitas yang dilakukannya. Pengaturan suhu tubuh dilakukan oleh system
pengaturan suhu tubuh yang pada dasarnya tersusun atas 3 komponen yaitu
thermoregulasi dan syaraf aferen, hypothalamus, syaraf aferen dan efektor
thermoregulasi. Suhu tubuh bergantung pada neraca keseimbangan antara
panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan pans yang hilang. Panas yang
hilang dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi, dan evaporasi.
Daftar
Pustaka
Campbell,N.A.
Jane.B.Reece dan Lawrence.G.Mitchell.2004. Biology . Edisi V . Jilid
3.Jakarta : Erlangga.
Frandson R.D, 1992, Anatomi dan
Fisiologi Ternak, Edisi IV, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Duke,
N.H. 1995. The physiologis of Domestic Animal. Comstock
Publishing:New York.
Martini.
1998. Fundamentals of Anatomy and Physiology, 4thed. Prentice
Hall International, Inc. New Jersey.
Sturkie, P.D., 1992 Avian
Physiology, 3rd, Spingers-Verlag New York, Heidelberg, Berlin.
Swenson,
G. M. 1997. Dukes Physiology or Domestic Animals. Publishing Co. Inc.
USA.
0 komentar:
Post a Comment