.

.

PROSPEK BIDANG PETERNAKAN DIMASA DEPAN

Written By Unknown on Wednesday, December 11, 2013 | Wednesday, December 11, 2013

peternakan bebek.


Manusia memerlukan bahan pangan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Bahan pangan berguna untuk membangun sel – sel tubuh dan menjaga agar tetap sehat dan berfungsi sebagaimana mestinya. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara kondisi tubuh. 
Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun 2005−2020 mendatang khususnya di negaranegara sedang berkembang. Penduduk dunia saat ini sekitar 6,3 milyar dan diperkirakan meningkat sebanyak 76 juta jiwa setiap tahunnya. Dari jumlah penduduk tersebut, sekitar 5,3 milyar (84%) diantaranya berdomisili di negara-negara sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi protein hewaninya relatif sangat rendah.



peternakan ikan.

Indonesia termasuk negara sedang berkembang, dengan jumlah penduduk sekitar 212 juta jiwa dengan laju pertumbuhan ratarata 1,5% per tahun serta peningkatan pendapatan per kapitanya sekitar 3% per tahun. Dari jumlah penduduk tersebut tentunya membutuhkan pangan hewani yang cukup besar dan diproyeksikan meningkat sangat cepat dimasa mendatang. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani juga ikut mendorong meningkatnya permintaan terhadap pangan hewani.

peternakan ayam pedaging (broiler).

Untuk memenuhi permintaan tersebut, produksi ternak domestik belum mampu untuk mencukupinya, sehingga harus dipenuhi melalui impor yang cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tanpa impor, terjadi pengurasan ternak lokal atau konsumsi protein hewani akan menurun secara signifikan. Tuntutan akselerasi pembangunan peternakan untuk memenuhi permintaan produk peternakan yang sangat cepat disatu sisi dan kondisi nyata kinerja pembangunan peternakan yang belum optimal, perlu diformulasikan melalui strategi dan kebijakan yang komprehensif, sistematik, terintegrasi baik vertikal maupun horizontal, berdaya saing, berkelanjutan dan terdesentralisasi.

peternakan sapi potong.

Pada akhirnya, kecukupan pangan (protein hewani) yang berfungsi menyehatkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, agribisnis berbasis peternakan yang merupakan salah satu pilar pembangunan sosial ekonomi, pemanfaatan dan pelestarian sumber daya peternakan yang seimbang, merupakan blue print pengembangan peternakan di masa mendatang.

peternakan kambing.

peternakan kelinci.


Produk Peternakan

Produk hasil ternak merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi rakyat selain bahan pangan pokok rakyat (beras). Sebagai pendamping sajian makan sehari-hari, bahan pangan hewani merupakan sumber protein penting (selain protein nabati) yang sangat berperanan dalam pemenuhan gizi masyarakat. Secara tradisional, sejak dahulu, masyarakat kita sudah menyandingkan produk pangan hewani ini dalam menu makanan sehari-harinya. Produk pangan hewani umumnya berupa daging, susu, telur dan ikan yang sangat kaya dengan protein. Protein ini juga mengandung asam amino esensial yang sangat sesuai dengan kebutuhan manusia.
Produk hewani sangat penting, hal ini berkaitan asupan kalori-protein yang rendah pada anak balita menyebabkan terganggunya pertumbuhan, meningkatnya resiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental, menurunkan performans mereka di sekolah dan menurunkan produktivitas tenaga kerja setelah dewasa. Kasus malnutrisi yang sangat parah pada usia balita dapat menyebabkan bangsa ini mengalami loss generation. Akibat berikutnya adalah rendahnya daya saing SDM bangsa ini dalam percaturan global antar bangsa.


  

Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Dengan meluasnya konsumsi daging, sehingga telah banyak bentuk hasil olahan yang berasal dari daging seperti daging korned, sosis, dendeng, abon dan daging asap dan lain-lain. Bentuk-bentuk pengolahan ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang mengolahnya sehingga hasil olahan tersebut dapat juga.




Upaya Penyediaan Pangan Hewani di 

Indonesia

Upaya peningkatan ketersedian pangan menjadi program pemerintah yang sangat sulit dilakukan, terutama dalam bidang peternakan yang berhubungan dengan swasembada daging hal ini terkendala masalah penyediaan bibit, modal serta SDM, lebih dari 90 persen ternak sapi dipelihara oleh sekitar 6,5 juta rumah tangga di pedesaan dengan pengetahuan peternakan yang minim. Banyak dari peternak sapi potong itu juga telah berusia tua, dengan tingkat pendidikan lulusan sekolah dasar sehingga pengetahuan mereka pun terbatas. 
Sulitnya memenuhi pangan hewani berupa daging tercermin pada awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, program swasembada daging sapi ditargetkan pada tahun 2005, kemudian direvisi menjadi tahun 2010. Namun, tahun 2010 hal itu juga tidak akan tercapai karena tidak mungkin dalam dua tahun ditambah populasi bibit sapi 1 juta ekor. Selain tidak ada dana, bibit juga tidak ada. Menteri Pertanian sebelumnya, Anton Apriyantono, mengakui, program swasembada daging sapi gagal dicapai,gagalnya program swasembada daging sapi karena laju pertambahan populasi kalah cepat (Kompas, 9/9/2009).



Departemen Pertanian menargetkan swasembada daging sapi secara bertahap pada tahun 2014. Melalui sejumlah program, penyediaan daging sapi dari dalam negeri diproyeksikan meningkat dari 67 persen pada tahun 2010 menjadi 90 persen pada 2014. ”Dengan berbagai upaya ini, populasi sapi potong ditargetkan meningkat dari 12 juta ekor pada tahun 2009 menjadi 14,6 juta ekor pada tahun 2014,” kata Suswono, Sabtu (7/11).

PELUANG DAN TANTANGAN

PETERNAKAN DI INDONESIA

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 273,7 juta jiwa. Demikian dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas saat menyebutkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2025 (Kompas, 3/8/2005). Dengan jumlah penduduk sebesar itu Indonesia merupakan pasar yang luar biasa besar. Namun sayangnya, kita masih sangat tergantung pada bahan impor. Setiap tahun Indonesia mengimpor sapi hidup sebanyak 450 ribu ekor dari Australia. Setiap tahun negara agraris ini mengimpor 1 juta ton bungkil kedele, 1,2 juta ton jagung, 30 ribu ton tepung telur dan 140 ribu ton susu bubuk. Importasi bahan pangan tersebut menguras devisa negara cukup besar.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat negara di dunia, Indonesia termasuk pasar potensial bagi negara-negara lain. Produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi produk peternakan. Hal ini merupakan tantangan besar dalam penyediaan bahan pangan hewani sebagai sumber protein yang dibutuhkan oleh masyarakat. Saat ini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah yakni 4,5 gram/kapita/hari, sementara konsumsi protein hewani masyarakat dunia adalah 26 gram/kapita/hari (Han, 1999). Peningkatan konsumsi protein hewani dapat dipacu dengan meningkatkan pendapatan rumahtangga dan kesadaran gizi masyarakat.


Untuk memicu pertumbuhan subsektor peternakan masih dijumpai beberapa permasalahan. Pada industri unggas penyediaan bibit dan pakan masih tergantung impor. Pada industri ruminansia besar, sumber bibit yang menghandalkan usaha peternakan rakyat tidak mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat, dan industri pakannya belum diusahakan dengan baik. Terbatasnya infrastruktur dan perdagangan ternak hidup tanpa kendali berpeluang penyebaran penyakit dan tidak terjaminnya kualitas dan keamanan produk. Dari sisi konsumsi, terjadi senjang penawaran dan permintaan, khususnya pada daging sapi sehingga harus dipenuhi dari impor. Di sisi lain, kapasitas produksi ayam ras masih mampu ditingkatkan lagi, hanya permintaannya sangat tergantung pada daya beli konsumen, kualitas gizi dan keamanan produk. Semuanya itu merupakan peluang yang harus dimanfaatkan. Untuk mengatasi permasalahan diperlukan strategi pembangunan yang fokus pada sasaran yang tepat. Fokus sasaran meliputi komoditas dan wilayah yang akan dikembangkan.
Kebutuhana konsumen terhadap produk peternakan sangat tinggi terutama daging sapi, ini dapat dilihat dari kebutuhan akan produk peternakan jika dilihat dari pangsa konsumsi, sekitar 48,3% daging yang dikonsumsi adalah daging unggas, 26,1% daging sapi, dan sisanya terdiri dari daging jenis ternak lain. Ini berarti selera konsumen terhadap daging sapi cukup potensial. Dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat rata-rata 1,5% per tahun dan pertumbuhan ekonomi meningkat dari 1,5% sampai 5,0% pada tahun 2005, diperkirakan konsumsi daging sapi akan meningkat dari 1,9 kg/kapita/tahun menjadi 2,8 kg/kapita/tahun pada tahun 2005. Jika dikaitkan dengan ketentuan Pola Pangan Harapan, seharusnya konsumsi daging masyarakat Indonesia sebanyak 10,1 kg/kapita/tahun. Ini berarti dari sisi permintaan masih cukup potensial untuk ditingkatkan.
Peningkatan permintaan terhadap produk peternakan membuka peluang bagi pengembangan usaha peternakan lokal dengan skala agribisnis melalui pola kemitraan. Sistem agribisnis peternakan merupakan kegiatan yang mengintegrasikan pembangunan pertanian, industri, dan jasa secara simultan dalam suatu kluster industri yang mencakup empat subsistem, yaitu subsistem agrisbisnis hulu, subsistem agribisnis budi daya, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa penunjang. Kemitraan merupakan kegiatan kerja sama antarpelaku agribisnis mulai dari tingkat praproduksi, produksi hingga pemasaran, yang dilandasi azas saling membutuhkan dan menguntungkan di antara pihak-pihak yang bekerja sama, dalam hal ini perusahaan dan petani-peternak untuk saling berbagi biaya, risiko, dan manfaat.
Untuk meningkatkan peran hasil ternak sebagai sumber pemasok bahan pangan hewani dan pendapatan peternak, disarankan untuk menerapkan sistem pemeliharaan secara intensif dengan perbaikan manajemen pakan, peningkatan kualitas bibit yang disertai pengontrolan terhadap penyakit. Perbaikan reproduksi khususnya dilakukan pada sapi potong yakni dengan IB dan penyapihan dini pedet untuk mempersingkat jarak beranak. Untuk memperbaiki mutu genetik, sapi bakalan betina diupayakan tidak keluar dari daerah pengembangan untuk selanjutnya dijadikan induk melalui grading up. Peningkatan minat dan motivasi peternak untuk mengembangkan usahanya dapat diupayakan melalui pemberian insentif dalam berproduksi.

Share this article :

0 komentar:

Post a Comment



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Kampus_peternakan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger